Masalah yang Kerap Muncul dalam Proses Pilkada

Pemilihan Umum yang dilaksanakan secara langsung pertama kali, yakni pemilu untuk memilih presiden dan wakil presiden, serta anggota MPR, DPR, DPD, DPRD di tahun 2004. Tentu saja, ketika itu masih terdapat banyak masalah dalam pelaksanaannya, namun tetap masih dapat disebut sukses.
Setelah kesuksesan proses pemilihan langsung presiden dan wakil presiden di tahun 2004 itu, maka sejak Juni 2005, model pemilu langsung ini juga kemudian diterapkan berupa Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) di 226 daerah, yang meliputi 11 propinsi serta 215 kabupaten dan kota. Tujuannya tetap sama, yakni agar warga dapat menentukan pemimpin daerahnya menurut hati nuraninya sendiri.
Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, ketika itu metode pemilihan kepala daerah menggunakan sistem perwakilan partai-partai di dewan legislatif, maka pemilihan kali ini sepenuhnya dilakukan oleh masyarakat, dengan harapan prosesnya nanti lebih aspiratif dan demokratis.
Rupanya, sistem pemilihan langsung yang diterapkan dalam Pilkada juga menuai masalah. Muncul berbagai penyimpangan, mulai dari masalah data administrasi bakal calon sampai dengan yang berhubungan langsung dengan pemilih.
Pengertian dan Landasan Hukum Pilkada
Kata demokrasi berasal dari bahasa Yunani, demos, yang berarti rakyat, dan kratos, yang berarti pemerintahan. Sehingga demokrasi dapat diartikan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Pemerintahan yang kewenangannya berada di tangan rakyat. Semua anggota masyarakat (yang memenuhi syarat pilih) diikutsertakan dalam kehidupan kenegaraan dalam aktivitas pemilu.Pelaksanaan demokrasi ini telah dilakukan sejak dahulu di berbagai daerah, hingga Indonesia merdeka sampai sekarang ini. Demokrasi di Indonesia bersumber dari Pancasila dan UUD 1945, yang kemudian disebut sebagai Demokrasi Pancasila. Demokrasi Pancasila berintikan; musyawarah untuk mencapai mufakat, dengan berpangkal tolak pada faham kekeluargaan dan kegotongroyongan. Indonesia pertamakali melaksanakan pemilu pada akhir tahun 1955, yang diikuti oleh banyak partai ataupun perseorangan.
Pilkada secara langsung ini merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat. Ada lima pertimbangan penting penyelenggaraan pilkada langsung bagi perkembangan demokrasi di Indonesia.
- Pilkada langsung merupakan jawaban atas tuntutan aspirasi rakyat, karena pemilihan presiden dan wakil presiden, DPR, DPD, bahkan kepala desa selama ini telah dilakukan secara langsung.
- Pilkada langsung merupakan perwujudan konstitusi dan UUD 1945. Seperti telah diamanatkan Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945, gubernur, bupati dan wali kota, masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. Hal ini telah diatur dalam UU No 32 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
- Pilkada langsung sebagai sarana pembelajaran demokrasi (politik) bagi rakyat (civic education). Ia menjadi media pembelajaran praktik berdemokrasi bagi rakyat yang diharapkan dapat membentuk kesadaran kolektif segenap unsur bangsa tentang pentingnya memilih pemimpin yang benar sesuai nuraninya.
- Pilkada langsung sebagai sarana untuk memperkuat otonomi daerah. Keberhasilan otonomi daerah salah satunya juga ditentukan oleh pemimpin lokal. Semakin baik pemimpin lokal yang dihasilkan dalam pilkada langsung, maka komitmen pemimpin lokal dalam mewujudkan tujuan otonomi daerah; antara lain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memerhatikan kepentingan dan aspirasi masyarakat agar dapat diwujudkan.
- Pilkada langsung merupakan sarana penting bagi proses kaderisasi kepemimpinan nasional. Disadari atau tidak, ketersediaan kepemimpinan nasional amat terbatas. Dari jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari 200 juta, jumlah pemimpin nasional yang kita miliki hanya beberapa. Mereka sebagian besar para pemimpin partai politik besar yang memenangi Pemilu 2004. Karena itu, harapan akan lahirnya pemimpin nasional justru dari pilkada langsung seperti ini.
Pelaksanaan dan Penyelewengan Pilkada
Dalam pelaksanaannya Pilkada dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) di wilayah masing-masing. Tugas yang dilaksanakan KPUD ini sangat berat, yaitu mengatur pelaksanaan Pilkada ini agar dapat terlaksana dengan demokratis. Mulai dari seleksi bakal calon, persiapan kertas suara, hingga pelaksanaan Pilkada.Dalam pelaksanaannya selalu saja ada masalah yang timbul. Seringkali ditemukan pemakaian ijasah palsu oleh para bakal calon. Hal ini sangat memprihatinkan sekali. Seandainya para bakal calon tersebut kemudian berhasil menduduki posisinya, bagaimana nantinya nasib daerah tersebut, karena telah dipimpin oleh orang yang bermental korup. Karena mulai dari awal saja sudah menggunakan cara yang tidak benar.
Di sisi lain, biaya yang digunakan dalam masa pencalonan yang tidak sedikit, seringkali membuat calon terpilih melakukan segala cara agar biaya yang telah dikeluarkannya selama proses pencalonan dan pemilihan berlangsung, dapat kembali secepatnya, alias “balik modal”. Ini sangat berbahaya.
Dalam sebuah pelaksanaan Pilkada, pasti ada yang menang dan ada yang kalah. Seringkali pihak yang kalah tidak dapat menerima kekalahannya dengan lapang dada. Ketidakpuasan ini kerap berujung pada hal-hal yang negatif dan destruktif. Lihat saja, kasus pembakaran kantor KPUD di salah satu provinsi di Sumatra, misalnya. Ini membuktikan, sangat rendahnya kesadaran politik masyarakat yang terlibat dalam sebuah pesta demokrasi.
Tidak saja masalah muncul dari para bakal calon. KPUD juga tidak sedikit menyumbang persoalan. Di salah satu KPUD di Jakarta, para anggotanya terbukti mengemplang dana Pilkada. Korupsi dana Pilkada itu sempat memperlambat proses Pilkada.
Dapatlah dilihat seperti apa rendahnya mental para penjabat publik ini. Bahkan yang paling memalukan adalah, untuk sekadar meloloskan bakal calon yang tidak memunihi syarat, anggota KPUD meminta dana puluhan juta rupiah dari para bakal calon.
Sejumlah kecurangan yang dilakukan oleh para bakal calon, antara lain :
- Politik Uang.
- Intimidasi.
- Pendahuluan Start Kampanye.
- Kampanye Negatif.
Solusi
Untuk meminimalkan masalah yang mungkin timbul itu, diperlukan peran serta masyarakat, tidak semata-mata tanggungjawab pemerintah saja. Untuk menggulangi permasalah yang timbul karena pemilu antara lain :- Seluruh pihak yang ada di daerah sampai pusat, bersama-sama menjaga ketertiban dan kelancaran pelaksanaan Pilkada. Tokoh-tokoh masyarakat yang merupakan panutan diharapkan memberikan contoh yang baik bagi warganya. Ini akan menekan munculnya konflik.
- Saling menghargai pendapat. Perbedaan pendapat dalam demokrasi adalah hal wajar. Dengan kesadaran menghargai pendapat orang lain, maka pelaksanaan pilkada dapat berjalan dengan lancar.
- Sosialisasi kepada warga ditingkatkan, agar masyarakat dapat memperoleh informasi yang akurat.
- Memilih dengan hati nurani tanpa paksaan dari orang lain. Sehingga prinsip-prinsip pemilu dapat terlaksana dengan baik.
Sebagai bahan pendidikan politik bagi masyarakat, baik persoalan maupun prestasi yang timbul karena proses politik tersebut harus selalu diapresiasi dengan positif, bahwa menghargai pendapat, kebersamaan dalam menghadapi sesuatu, adalah hal positif lainnya dari sebuah demokrasi.
Manusia yang bodoh dan pandir adalah manusia yang masuk lubang kesalahan berulangkali, tanpa ada sikap dan dan niat untuk memperbaikinya. Sebisa mungkin, persoalan-persoalan yang pernah terjadi pada pilkada lampau, tidak terulang pada pilkada kali ini.
sumber : http://ilhamqmoehiddin.wordpress.com/2010/01/11/masalah-yang-kerap-muncul-dalam-proses-pilkada/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar